平成23年8月21日日曜日

내 과학적 경험 ( Pengalaman Ilmiah ku )

Pengalaman saya terhadap sesuatu yang ada padanannya dengan sifat dari seorang saintis terjadi ketika saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Ketika itu, pelajaran Biologi mengharuskan siswanya untuk melakukan suatu penelitian sederhana mengenai faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan oleh kacang hijau agar bisa menjadi kecambah dengan baik dan sesuai dengan literatur yang ada pada saat itu.
 
Mulailah saya dan kelompok praktikum saya mencari hipotesa apa yang tepat mengenai mineral yang dibutuhkan agar kacang hijau itu dapat tumbuh dan menjadi kecambah. Akhirnya kami sekelompok sepakat menanam benih tersebut kedalam media tanam berupa tanah berhumus yang diberikan berbagai jenis pupuk yag berbeda. Ada tiga jenis pupuk yang kami gunakan sebagai variabel bebasnya, yaitu ZA, NPK, dan pupuk kompos dengan masing-masing kadar mineral dari berbagai pupuk tersebut yang berbeda-beda. Dan frekuensi penyiraman dan intensitas cahaya yang sama masing-masing pot kami jadikan sebagai variabel kontrol dalam penelitian kami itu.

Tiap-tiap kelompok pada saat itu diberikan waktu untuk meneliti sampai 1 minggu penuh. Berhari-hari saya dan kelompok mencatat tiap perkembangan yang ada, namun setiap kali kami melihat objek penelitian kami tersebut jika dibandingkan dengan kelompok yang lain, pertumbuhan kecambah kami sangatlah lama dan terlihat kerdil. Semakin hari semakin dekat dengan tenggat waktu penelitian dan pada saat itu justru yang kami temukan pada hari ke-5 penelitian, kami menemukan 3 pot yang ada layu dan di sekelilingnya dipenuhi oleh semut-semut. Kami kaget pada saat itu. Kami berpikir,”Bagaimana ini?”. Apa yang akan kami laporkan kepada guru pembimbing kami mengenai penelitian kami ini, apa yang akan kami tulis dalam laporan yang harus dikumpulkan pada saat presentasi berlangsung. Rasa kecewa, putus asa dan terutama malu, malu karena hanya kelompok kami lah penelitiannya yang gagal total, hadir dalam benak kami berenam. Sempat terpikir oleh saya pribadi sebagai ketua kelompok tersebut untuk memanipulasi data pada laporan yang harus dkumpulkan, namun rasanya bodoh jika saya melakukan itu.

Saya jadi teringat mengenai tujuan diadakannya sebuah penelitian sederhana ini, kami disini dituntut utuk belajar bagaimana merencanakan, merealisasikan, serta melaporkan hasil penelitian bagaimanapun kondisi dan hasil yang kami dapat. Kejujuran merupakan hal utama yag menjadi dasar bersikap bagi seorang peneliti. Kalau saya betindak memanipulasi data penelitian yang masih sangat sederhana ini, lalu bisa dibayangkan nantinya jika ketika saya telah benar-benar ditarik kedalam suatu penelitian yang bersifat rumit dan menyangkut kemaslahatan umat manusia. Bisa-bisa saya menutupi secara terus menerus hasil penelitian saya itu. Dan ketika hasil riset saya itu dipakai, justru akan menjadi petaka bagi banyak orang.

Akhirnya ketika waktu untuk mempresentasikan hasil penelitian tiba, saya sebagai penanggung jawab kelompok tersebut menyatakan yang sebenarnya bahwa penelitian yang kami lakukan mengalami kegagalan akibat beberapa faktor. Ternyata, Alhamdulillah guru kami tersebut justru mengapresiasikan sikap kami tersebut dan tidak menyudutkan kami bahwa kami adalah kelompok yang gagal.

Dari situlah saya belajar bahwa menjadi seorang ilmuwan haruslah jujur dalam melakukan sebuah penelitian dan harus siap dengan apapun hasilnya serta tak perlu takut dan malu akan hasil yang didapat. Berani menerima setiap resiko merupakan suatu sikap yang juga harus tertanam pada benak seorang Ilmuan.

1 件のコメント: